Jumat, 27 November 2009

Manusia adalah Makhluk Berpikir

Manusia adalah makhluk berpikir (homo sapiens). Alam pikiran manuisa terdiri dari empat lapis, yaitu: ahamkara (ego atau keakuan), manah (naluri pikiran), buddhi (akal budi pikiran), dan chitta (kesadaran pikiran). Kemampuan pikiran manusia lebih sempurna daripada makhluk hidup lainnya, yang mengangkat martabatnya sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia di dunia ini. Bersyukurlah telah terlahirkan menjadi manusia.

Dalam Sarasamuccaya disampaikan, bahwa di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah perbuatannya digolongkan ke dalam perbuatan baik atau buruk. Leburlah segala perbuatan buruk itu ke dalam perbuatan baik, karena dengan demikian kita menjadi manusia yang berguna. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali bersedih hati, sekalipun hidupmu tidak bergelimang harta. Dilahirkan menjadi manusia hendaklah disyukuri, hendaklah menjadikanmu berbesar hati. Sebab amat sukar untuk dapat dilahirkan menjadi manusia, meskipun kelahiran dengan martabat yang paling rendah secara duniawi sekalipun. Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama. Sebab, dengan kelengkapan yang dianugerahkan kepadanya, jika digunakan dengan baik dan benar, ia akan dapat menolong dirinya dari samsara, dengan jalan berbuat baik tanpa pamrih. Demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia. Jika ada orang tidak mau melakukan perbuatan baik, orang semacam itu dianggap sebagai penyakit yang menjadi obat nerakaloka, bagaikan orang sakit yang pergi ke suatu tempat di mana tidak ada obat-obatan. Kenyataannya, ia selalu tidak memperoleh ketenangan dalam segala perbuatannya. Kesimpulannya, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjelma menjadi manusia ini, kesempatan yang sungguh sulit diperoleh, yang merupakan tangga menuju kesempurnaan. Segala sesuatu yang menyebabkan agar tidak jatuh lagi hendaknya dilakukan.

Binatang bekerja dan berbuat menurut naluri pikirannya, bila ia lapar ia mencari makanan. Bila ia birahi ia mencari pasangan untuk menyalurkan birahinya. Bila ia jatuh sakit, ia tetap memakan makanan seperti kemarin-kemarin, yang mungkin menyebabkan sakitnya bertambah parah dan mestinya dihindari, dan mencari makanan yang sekiranya bisa menjadi obat untuk kesembuhan penyakitnya. Tapi itu tidak dilakukannya, ia hanya menunggu kesembuhannya dari alam. Berbeda dengan manusia yang mempunyai tingkat kesadaran pikiran yang lebih tinggi, dengan buddhi ia dapat memikirkan dan mengusahakan dirinya menjadi lebih baik dan mempertahankan hidupnya. Dengan akal budi pikiran manusia dapat menjadikan benda-benda di sekelilingnya menjadi benda-benda yang berguna untuk hidupnya. Manusia mengubah bentuk pemberian alam sesuai dengan kebutuhan hidupnya, dari generasi ke generasi pikiran manusia terus berkembang. Perkembangan pikiran manusia telah menghasilkan ciptaan-ciptaan di berbagai bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang dimilikipun terus berkembang dari jaman ke jaman.

Budaya adalah salah satu hal yang tampak jelas perbedaan yang dimiliki oleh manusia, tetapi tidak dimiliki oleh binatang dan tumbuh-tumbuhan. Kebudayaan itu hanya mungkin ada karena manusia itu dapat menggunakan akal budi pikirannya. Demikianlah manusia berbeda dengan makhluk lain karena tingkat kesadaran pikiran yang dimilikinya. Manusia adalah homo sapiens, makhluk berpikir. Dengan tingkat kesadaran pikiran yang dimiliki itu manusia dapat memiliki pengetahuan yang tinggi. Dan pengetahuannya itu dapat lebih mudah diwariskan kepada anak cucu keturunannya berkat ditemukannya sistem tulis-menulis berupa huruf. Maka dengan demikian pengetahuan manusia terus bertambah dari generasi ke generasi, karena pengetahuan itu dapat tersimpan rapi dalam bentuk tulisan dengan huruf-huruf itu. Berbagai ilmu pun dikembangkan dari pengetahuan-pengetahuan tersebut. Tinggal manusianya itu sendiri, apakah ilmu-ilmu yang berkembang itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan atau sekedar untuk memenuhi keinginannya, yang mana keinginan-keinginan yang tidak terkendali malah dapat menyebabkan kerugian bagi manusia itu sendiri, sehingga apa yang menjadi kebutuhan hidupnya yang utama terlalaikan, akhirnya, di tengah-tengah perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin canggih, manusia tergilas oleh ciptaannya sendiri. Tapi, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk berpikir, maka ia akan berpikir dan berpikir lagi, apa yang terbaik bagi kesempurnaan hidupnya.

Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial

Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai individu, ia mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorongnya berbuat dan bertindak. Dari apa yang diperbuatnya dan dari sikap hidupnya, orang dapat mengetahui pribadi seseorang. Sebagai makhluk idividu, manusia ingin hidup senang dan bahagia, dan menghindar dari segala yang menyusahkan. Untuk itu ia berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang dapat membawa kesenangan dan kebahagiaan kepada dirinya.

Akibat dari hal itu, timbullah hak seseorang atas sesuatu, seperti hak milik atas sesuatu benda, hak menuntut ilmu, hak menikmati kesenangan dan lain-lainnya. Hak itu tidak boleh diganggu oleh orang lain. Akibatnya, orangpun merasa bahwa dialah yang berkuasa atas haknya itu dan menyadari pula bahwa ia mempunyai rasa aku. Kesadaran ini mendorongnya untuk bertindak sendiri, terlepas dari pengaruh orang lain. Hidup sebagai makhluk individu semata-mata tidak mungkin tanpa juga sebagai makhluk sosial. Manusia hanya dapat dengan sebaik-baiknya dan manusia hanya akan mempunyai arti apabila ia hidup bersama-sama manusia lainnya di dalam masyarakat. Tidak dapat dibayangkan adanya manusia yang hidup menyendiri tanpa berhubungan dan tanpa bergaul dengan sesama manusia lainnya. Hanya dalam hidup bersama manusia dapat berkembang dengan wajar dan sempurna. Hal ini ternyata bahwa sejak lahir sampai meninggal, manusia memerlukan bantuan orang lain untuk kesempurnaan hidupnya. Bantuan ini tidak hanya bantuan untuk memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi juga untuk kebutuhan rohani. Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan-tanggapan emosional yang sangat penting artinya bagi pergaulan dan kelangsungan hidup yang sehat. Inilah kodrat manusia, sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Tak ada seorangpun yang dapat mengingkari hal ini, karena ternyata bahwa manusia baru dapat disebut manusia dalam hubungannya dengan orang lain, bukan dalam kesendiriannya.

Sumber: TATTWA DARSANA Untuk Kelas I PGA Hindu. Oleh: IB Kade Sindhu, IB Gede Agastia, I Gede Sura. Penerbit: Yayasan Dharma Sarathi Jakarta, 1990.

Pengalaman adalah sumber pengetahuan

Dari pengalaman manusia mendapatkan pengetahuan, dari pengetahuan manusia mengembangkan ilmu pengetahuan.

Manusia adalah makhluk yang suka bertanya, karena didorong oleh rasa ingin tahunya. Apa saja yang dilihat, didengar, dialami, manusia ingin mendapat keterangan tentang itu. Setelah mendapat keterangan, ia merasa puas. Hal ini trjadi karena manusia mempunyai kemampuan untuk mengerti. Setiap orang mengerti akan apa yang diketahuinya, dan mengerti pula bahwa ia tidak tahu yang tidak diketahuinya. Segala apa yang diketahui orang disebut pengetahuan.

Pengetahuan dapat dimiliki orang dengan beberapa cara. Ada pengetahuan yang didapat dengan mendengarkan cerita-cerita orang lain, yang mungkin orang itupun mendapatkannya dari orang lain pula. Pengetahuan yang kebanyakan tidak dapat dipercaya kebenarannya karena seringkali tanpa bukti-bukti yang nyata. Banyak pula pengetahuan itu didapat orang karena pengalaman. Pengetahuan didapatkan dari pengalaman-pengalaman sendiri atau orang lain. Pengetahuan yang didapat dari pengalaman sendiri memang berdasarkan kepada kenyataan yang pasti, namun kebenarannya bergantung kepada benar atau kelirunya penglihatan kita. Orang yang mengetahui sesuatu atas dasar pengalaman menjadikan pengalamannya itu sebagai pedoman. Orang yang biasa memikirkan sesuatu yang dilihatnya, tidak puas dengan kenyataan itu saja. Ia ingin mendapatkan keterangan tentang bagaimana dan mengapa bisa demikian. Orang terpelajar yang berpikir teratur akan menerangkan bagaimana dan mengapa bisa demikian.

Dari orang-orang terpelajar, seseorang mendapatkan pengetahuan berdasarkan keterangan yang logis, berdasarkan hubungan sebab akibat. Orang akan mengusahakan agar pengetahuannya itu sesuai dengan hal yang diketahuinya. Dengan demikian pengetahuan itu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Untuk mencapai tujuan itu orang memakai metode dan sistem tertentu. Pengetahuan yang menuntut kebenaran dengan dasar yang bermetode dan bersistem disebut ilmu. Di dalam ilmu terdapat susunan pengertian yang teratur. Sebenarnya susunan pengertian yang teratur itu sudah dimiliki orang sejak jaman dahulu. Buktinya, nenek moyang kita telah menggolong-golongkan benda-benda dan masalah-masalah yang dijumpai dalam hidupnya. Benda-benda dan masalah-masalah itu diberi nama untuk membedakan satu dengan yang lain. Dengan demikian orang mempunyai susunan pengertian yang teratur akan sesuatu dengan menggolong-golongkan atau mengelompokannya. Misalnya, orang mempunyai pengertian tentang benda mati dan makhluk hidup, mengelompokkan makhluk hidup menjadi manusia, binatang dan tumbuhan. Mempunyai pengertian tumbuh-tumbuhan mana yang termasuk bangsa rumput, palma dan lain-lain, binatang yang mana termasuk binatang yang hidup di darat dan yang hidup di air.

Ilmu memandang secara terpilah-pilah terhadap benda-benda dan masalah-masalah yang menjadi obyeknya. Dengan cara itu orang akan lebih mudah mendapatkan pengertian yang teratur tentang sesuatu dari suatu segi pandangan tertentu. Misalnya manusia itu dapat ditinjau dari banyak segi segi ilmu, walaupun obyeknya itu-itu juga. Bila ditinjau dari kerja alat-alat tubuhnya, maka bidang itu adalah bidang biologi. Bila orang mempelajari manusia dari caranya hidup dan bergaul dalam hubungannya dengan kelompok lain, itu adalah bidang sosiologi. Sikap hatinya, perubahan-perubahan jiwanya menjadi studi phsikologi. Dari contoh di atas, ternyata ada dua atau tiga ilmu yang berobyek satu. Adanya dua atau tiga ilmu itu karena adanya dua atau tiga sudut pandang yang berbeda. Lain sudut pandangnya lain pula jenis ilmunya. Jadi, yang menentukan macam ilmu itu bukan bahan atau bidang penyelidikannya, tetapi sudut pandangnya. Lapangan atau bahan penyelidikan suatu ilmu disebut obyek material, sedangkan sudut tertentu yang menentukan macam ilmu itu disebut obyek forma. Makin lama makin bertambah pula jenis ilmu itu. Masing-masing ilmu disusun dengan teratur dan hanya berkisar di dalam ruang lingkupnya saja. Masalah-masalah yang bukan menjadi ruang lingkupnya diserahkan kepada ilmu yang lain. Misalnya tentang peraturan-peraturan yang mengatur orang dalam hubungannya dengan orang lain tidak akan dibicarakan dalam biologi, karena hal itu bukan menjadi ruang lingkupnya. Demikianlah ilmu juga memakai disiplin, sehingga dikenal dengan adanya disiplin ilmu. Jaman dahulu jenis ilmu yang dikenal orang hanya sedikit, tetapi jaman sekarang jumlahnya sangat banyak dan terus bertambah. Beberapa jenis ilmu itu seperti: Ilmu Bahasa, Ilmu Hayat, Ilmu Matematika, Ilmu Fisika, Ilmu Kimia, Ilmu Sejarah, Ilmu Bumi, Ilmu Hukum, Ilmu Politik, Sosiologi, anthropologi, Ilmu Ekonomi, dan lain-lain. Masing-masing ilmu memiliki bagian-bagian ilmunya lagi. Semoga masing-masing disiplin ilmu yang dimiliki dapat diabdikan untuk kedamaian, sebagai wujud bhakti kepada Tuhan. Apalah artinya ilmu yang tinggi jika itu tidak menuntunnya pada pemujaan kepada Tuhan sebagai sumber dari segala sumber ilmu itu sendiri.

Tidak Ada Paksaan Dalam Hindu

Sabtu, 21 November 2009

Bandung, (tvOne)

Persoalan yang membelit Hindu Kaharingan dianggap sudah selesai, karena ternyata setelah dilakukan pengecekan di lapangan tak ada niatan keluar dari bimbingan Ditjen Bimas Hindu, Departemen Agama. Direktur Urusan Agama Hindu, I Ketut Lancar dalam acara sosialisasi program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) ke-II menjelaskan bahwa suara "miring" seperti itu tak ada lagi di Bandung, Sabtu (21/11).

Menjawab pertanyaan apakah Hindu Kaharingan mau melepaskan diri dan berdiri sendiri, ia mengatakan, hal itu tak ada. I Ketut Lancar menjelaskan, para tokoh Hindu Kaharingan tak mau berpisah. Mereka mau berintegrasi sejak tahun 1980-an di dalam Ditjen Bimas Hindu.

Jadi, kalau mau pisah atau keluar, pihaknya tak bisa memaksa. Sebab, jika orang mau menjalankan ibadah dihalangi maka hal itu melanggar hak azasi seseorang. "Yang menghembuskan ingin pisah, itu datangnya hanya dari segelintir orang," kata Lancar.

Sebelumnya Dirjen Bimas Hindu, Prof. Dr. IBG Yudha Triguna MS menegaskan, di wilayah Indonesia tak dikenal adanya agama Hindu Bali, Hindu Jawa atau Hindu Kaharingan, karena yang ada hanya satu agama Hindu. Ia mengatakan, Hindu yang dianut suku Bali, Bugis, Jawa dan Kaharingan memang ada di Indonesia, tetapi bukan Hindu Kaharingan atau Hindu lain berdasarkan etnis tertentu. Jadi, bukan karena ada etnis setempat lantas dikenal adanya Hindu Jawa dan seterusnya.

Ia mengakui belakangan ini ada kecenderungan kelompok tertentu memaksakan kehendak sendiri untuk memasukkan agama Hindu sesuai dengan nama etnis tertentu. Mereka ingin memecah umat Hindu berdasarkan etnis dimana Hindu dianut di wilayah daerah tertentu.

Menurut Tri, tradisi ritual agama Hindu boleh ikut tradisi setempat. Sebab, Hindu punya prinsip Desa Kala Patra (tempat, waktu dan keadaan). Namun jika ada etnis tertentu ingin adanya agama Hindu Kaharingan ataupun Hindu lainnya, tentu hal itu menyalahi ketentuan. "Itu di luar kewenangan Ditjen Bimas Hindu," katanya sambil menambahkan bahwa hal itu tak ada di nomenklatur.

Ia menjelaskan, adanya otonomi daerah telah dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menyebut bahwa agama Hindu lebih dari satu, ada Hindu Bali, Hindu Kaharingan dan Hindu Jawa yang sesungguhnya telah menyalahi ketentuan.

Karena itu, ia berharap adanya pandangan Hindu lebih dari satu hendaknya dijauhi. Hal ini terjadi disebabkan kurangnya sosialisasi bersamaan dengan munculnya semangat otonomi daerah. Penonjolan semangat daerah berlebihan.

Ditjen Bimas Hindu punya kewajiban membina umat Hindu, apa pun etnisnya. Namun Bimas Hindu tak punya kewajiban membina etnis tertentu jika dia bukan umat Hindu. Terkait persoalan sekolah tinggi tinggi Hindu di Palangkaraya, ia pun menjelaskan bahwa kini kondisi di kampus itu kondusif. "Saya baru berkunjung kesana, belum lama ini," jelas Lancar.

Persoalan belum adanya rektor difinitif, juga akan segera diselesaikan. "Sekarang usulan rektor baru sudah diproses dan ada di tangan Menteri Agama," katanya. (Ant)

Jangan Paksa Mereka Pilih Agama

Selasa, 23 Desember 2008 | 16:09 WIB

Selain tak mencantumkan agama atau dituliskan beragama "lainnya" di KTP, sebagian masyarakat adat juga mengaku mengalami hambatan dalam mendapatkan akses fasilitas publik. Sesepuh masyarakat adat Merapu, Sumba Barat, NTT, Elmawo Mudde (70-an tahun) menceritakan, anak-anaknya sempat mengalami kesulitan saat akan masuk ke sekolah.

Persyaratan memasuki pendidikan formal, menyertakan akte kelahiran dan surat baptis (bagi yang beragama Nasrani). "Anak-anak tidak punya pilihan, karena harus sekolah. Jadi tipu diri, dipaksa pilih agama supaya bisa sekolah. Sama juga kalau mau jadi PNS (pegawai negeri sipil)," kata Elma, yang biasa disapa Mama, yang dijumpai saat menghadiri Seren Taun 2008 di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.

Steering Committee Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Emmy Sahertian mengatakan, selain kesulitan saat akan mengurus KTP, sejumlah masyarakat adat juga memilih untuk membuat akte kelahiran di luar nikah bagi anaknya. Sebab, pernikahan yang dilakukan secara adat menurut kepercayaan yang mereka anut, tak dicatatkan secara legal di catatan sipil.

"Hak hidup itu kan sebenarnya melekat pada hak asasi. Misalnya hak menikah. Tapi gara-gara administrasi kependudukan, pernikahannya tidak diakui. Anak-anaknya kemudian ikut terdampak pada akte kelahirannya karena orangtuanya tidak punya akte kawin," ujar Emmy.

Pemerintah, menurut Emmy, selama ini hanya memahami budaya terbatas pada seni, artefak dan lokasinya. Padahal, di tengah masyarakat adat sendiri masih melekat agama dan kepercayaan lokal yang dianut masyarakat setempat. "Pemerintah tidak melihat bahwa manusia dan kepercayaan juga merupakan satu kesatuan dari budaya yang tidak bisa diabaikan. Bagaimanapun, budaya tidak bisa terlepas dari spiritualitas budaya. Selama ini, eksotisme budaya diekspos tapi spiritualitas budaya diabaikan. Masih banyak masyarakat adat kita yang hidup dengan identitas yang sangat kuat, dengan kepercayaan agama lokal mereka," papar Emmy.

Kepercayaan masyarakat adat, selama ini hanya tercatat di Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Hal inilah yang kemudian membuat dikotomi antara agama resmi yang tercatat di Departemen Agama, dengan agama lokal yang dianut masyarakat adat.

Apa harapan mereka?

Meski terbilang sebagai kaum minoritas, masyarakat adat hidup berdampingan secara damai dengan masyarakat di mana mereka tinggal. Perbedaan keyakinan, selama ini tak menimbulkan hambatan dalam bersosialisasi.

Salah satu anggota Komunitas Masyarakat Adat Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu (Dayak Losarang), Dedi mengisahkan, masyarakat Losarang yang merupakan basis komunitasnya menerima mereka dengan baik.

"Masyarakat sudah menerima kami dengan baik, dan sosialisasinya tidak ada masalah. Kami saling memberi, saling membantu. Hanya pemerintah saja yang tidak memberikan keadilan bagi kami. Kami tidak bicara kebenaran, karena kebenaran itu milik Tuhan," kata Dedi.

Hal serupa juga diungkapkan Mama. Di Sumba Barat, yang 60 persen masyarakatnya penganut Merapu, hidup berdampingan secara damai dengan masyarakat setempat yang beragama lain. "Enam agama bukan berarti ada 6 Tuhan, Tuhan tetap satu. Hanya cara kita menyembah berbeda. Warna kulit boleh beda, tapi kita semua satu, orang Indonesia. Kalau pemerintah menerima (penganut kepercayaan), terima kasih. Harapan saya, kami tidak perlu diakui, tapi jangan paksa pilih agama. Kalau bisa, tidak perlu ada kolom agama di KTP, sehingga tidak hambat kami," ujar Mama.

"Kami orang Indonesia, hanya mengharapkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, seperti dijanjikan dalam Pancasila," kata Dedi.


Inggried Dwi Wedhaswary